Oleh : Dude |
Ada banyak forum intelektual yang membahas mengenai
tentang perempuan tak jarang dan tak sedikit orang memberikan cara pandang-nya
yang khas dengan didasarkan pengalaman, agama, budaya, data, fakta yang ada,
dan lain sebagainya. Sebagian perempuan meneriakan kata emansipasi wanita dan
biasanya orang demikian memiliki background pendidikan, lingkungan yang
mendukung serta letak geografinya didaerah perkotaan.
Bukan tanpa alasan teriakan emansipasi wanita
dilakukan melainkan sebuah keadilan yang seharusnya didapatkan oleh seorang wanita
telah dihilangkan, merasa terkekang, tidak punya ruang, times yang sempit,dan
lain sebagainya. Kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan
dalam berbagai dimensi kehidupan adalah impian perempuan. Perempuan ialah hak. Perempuan
memiliki hak untuk melakukan juga apa yang
dilakukan laki-laki. Perempuan
adalah sebuah kebebasan yang
selalu diperjuangkan karena
dianggap masih terpenjarakan.
Ada banyak statement yang dikeluarkan tentang wanita
bahwa, menjadi seorang wanita tidaklah gampang; dalam rumah tangga harus ngurus
istri dan anak, masak, mencuci, menyapu, berdandan sambil menunggu kepulangan suami,
memenuhi dan melayani kebutuhan suami, serta bergelut dengan deadline yang
tiada akhir. Di masyarakat kesempatan untuk menjadi orang terdepan tertinggal,
mendahului laki-laki dalam berbicara dianggap tidak sopan dan masih banyak hal
lain yang ditemukan di lingkungan masyarakat.
Kecantian menjadi indikator value positif sebagai
perempuan, harus memiliki body yang sesuai dan dapat dilihat dengan menarik,
sopan santun juga menjadi dalil baik buruknya seorang perempuan. Sehingga
dengan demikian terbangunlah suatu persepsi yang membentuk bahwa kecantikan
perempuan adalah hal yang harus ada dan melekat pada diri seorang perempuan,
begitu susahnya menjadi seorang wanita disaat para pria menyukai dengan
estetika yang instan. Realita begitu kejam harus memosisikan Wanita yang begitu
bias. Sedangkan laki-laki sendiri?
Stigma terhadap perempuan mengenai usia menjadi pusat
perhatian, ungkapan “jangan telalu sibuk kerja nanti lupa dengan jodoh menjadi
kebiasaan yang sering ditemukan, jangan terlalu mencari orang yang mapan
sebagai wanita karena biar bagaimana pun laki-laki adalah kepala keluarga yang
akan memutuskan dan menetapkan apa yang menjadi perselisihan diantara keduanya.
Tuntutan per tuntutan begitu dipusatkan dengan penuh kepada perempuan. Usia diatas
30 akan menjadi bahan omongan dimasyarakat, kenapa belum menikah, akan menjadi
perawan tua, tidak menarik, terlalu banyak berpikir, sedangkan laki-laki usia
yang seperti itu akan menjadi biasa saja.
Uraian-uraian diatas merupakan hal-hal negative yang
terjadi disebagian kalangan masyarakat di Indonesia yang memarginalkan
perempuan. Tetapi tidak menutup kemungkinan ada hal- hal yang Sebagian kita
juga harus tau dan mengerti dengan menjawab beberapa pertanyaan:
1. Apakah
kebebasan (emansipasi) itu akan diteriakan kepada wilayah yang memang sudah
patriarki?
2. Mana
yang akan di didahulukan kelestarian kebudayaannya (patriarki) atau emansipasi
? mungkinkah bisa dimodifikasi untuk tetap bisa berjalan tanpa mengesampilkan
salah satunya?
3. Bagaimana
dengan daerah yang sudah terbiasa dengan keadaan itu dan dianggap itu sebagai
hal yang baik dan mereka menerima ? bahkan dapat menimbulkan perselisihan hanya
karena hal tersebut!
4. Relevankan
teriakan itu dipelosok-pelosok negeri yang memang dianggap hal yang biasa?
5. Bukankah
kebebasan hanya akan diteriakan kepada mereka yang mengingikannya?
Berdasarkan
uraian pertanyaan diatas bisa dilihat bahwa ada pertentangan persepsi terhadap
kebebasan yang ideal dan patriarki. Penulis setuju jika perempuan memiliki
sifat emansipasi dalam arti tidak melupakan bahwa dia adalah seorang perempuan.
Dia boleh bekerja atau menyalurkan bakat yang dia punya, dia boleh menyalurkan kemampuannya
untuk kebermanfaatan di masyarakat, dia boleh bebas tetapi dia harus tau dengan
nilai-nilai yang mengikat kepada dirinya sebagai seorang perempuan baik itu norma
agama,masyarakat maupun yang lainnya baik statusnya sudah berumah tangga maupun
belum. Bagi penulis hal itu bukan stereotype melainkan siklus dari perjalanan
hidup sebagai balancing kesetaraan, kebebasan yang didasarkan kata “tapi” juga
boleh melekat dengan laki-laki sebagai bentuk upaya yang dilakukan dalam
meminimalisir persepsi kebebasan yang tidak beraturan.
Tidak
bisa dipungkiri bahwa ada kegugupan dan ketakutan dari sebagian laki-laki
tentang kebebasan yang akan diberikan kepada perempuan, stigma tentang pengambilan
alih status kepala keluarga atau pemimpin lebih besar, menghargai laki-laki
akan semakin dikesampingkan, gaji yang diperoleh akan lebih banyak perempuan
sehingga potensi merendahkan kepada kaum Adam akan menjadi-jadi. Muncul sebuah
slogan dari perempuan bahwa “gajimu adalah gajiku dan gajiku tetap gajiku”. Bagaimana
menurut pembacan?
Bagi
penulis ada nilai positif yang bisa di dapatkan oleh seorang perempuan dengan
emansipasi tersebut dengan catatan yang telah di uraikan di atas. Dengan emansipasi
itu laki-laki tidak semena-mena memperlakukan perempuan seperti orang yang
tidak berdaya, laki-laki juga akan berhati-hati atau lebih menghargai sebagai
seorang perempuan, tidak seperti yang terjadi di sebagian pelosok daerah ;
laki-laki sesuka hati memukul,memaki,memarahi, meludahi, merampas hal yang
seharusnya dilakukan perempuan dalam rumah tangga, hanya karena perempuan tidak
bisa berkarya, tidak punya penghasilan hanya diberikan tanggung jawab sumur,
dapur, Kasur. Perempuan hanya bisa berdalil “mau kemana lagi saya tidak punya
apa-apa dan siapa-siapa, dia yang mencari nafkah dan menafkahi. Sehingga bisa
dibaca bahwa teriakan untuk bersikap ideal seorang wanita telah terkungkung dan
tenggelam karena rasa takut yang mendalam tentang kehidupannya terlebih lagi sudah
memiliki anak tentu akan lebih rumit lagi.
Idealnya
emansipasi wanita itu boleh-boleh saja dan tidak semestinya membatasi perempuan
dengan alasan yang hanya mendahulukan ego laki-laki, perempuan harus diberikan
peran yang dia sanggupi, karena memang dengan keadaan tertentu perempuan tidak
bisa menjadi orang terdepan ketika keadaan sedang genting. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Denny Sumargo dalam acara narasi Najwa Sihab yang berjudul
“susahnya jadi perempuan” ia menuturkan bahwa “ada satu
kondisi yang memang perempuan harus mengambil sebuah kepemimpinan dari sebuah
sikap tapi tidak mungkin dari sebuah sikap itu datang ketika ada perampok masuk
kedalam rumah, kepemimpinan kan harus diambil alih oleh orang yang secara
fisikly dia punya kekuatan”. Bisa dicermati bahwa memang pada dasarnya
antara perempuan dan laki laki memiliki perbedaan yang cukup jauh, sebagaimana
yang disampaikan oleh Anang Hermansya diawal diskusi acara Narasi Najwa Shihab
tentang susahnya jadi perempuan bahwa “perempuan dan laki-laki itu
memang pada dasarnya berbeda jadi tidak perlu didiskusikan lagi”.
Oleh
karena itu sebagai pembaca yang bijak tentu harus mengerti bahwa dalam
pengambilan peran, perempuan juga harus diberikan ruang yang seluas-luasnya dan
semegah-megahnya, selogis-logisnya dan sekurang-kurangnya ego, sepantasnya dan sepatutnya.
Walaupun memang agak sulit untuk dibiasakan dengan catatan-catatan yang bisa
dipertimbangkan sebagai bentuk kata emansipasi di dalam masyarakat yang patriarchy
dengan ketidak seimbangan akal sehal.
SEMOGA
BERMANFAAT!. Jika ada saran dan kritikan silahkan kirimkan di kolom
komentar. Salam cahaya akal
Comments
Post a Comment