FILSAFAT ILMU
Diajukan untuk
memenuhi Tugas ilmu pendidikan islam
“menjelaskan
perkembangan ilmu dalam sejarah filsafat”
Dosen Pengampu:
Syamsul Arifin M,Ag
Oleh:
Rudiman |
: : |
18112144 |
Windy
Santika |
: |
18112148 |
Ananda
Nabila |
: |
18112173 |
Futihatur
Rohma |
: |
18112172 |
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PONOROGO
4 APRIL 2020
PERKEMBANGAN ILMU
DALAM
SEJARAH FILSAFAT
Filsafat
dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun
historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan Filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan Filsafat. Filsafat telah berhasil
merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan
mitosentris menjadi logosentris. Dengan Filsafat, pola fikir yang selalu
tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio.
Pada pekembangan selanjutnya ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang
membutuhkan pendekatan, sifat, obyek, tujuan dan ukuran yang berbeda antara
disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Pada gilirannya, cabang ilmu
semakin subur dengan segala viariasinya. Namun tidak dapat juga dipungkiri
bahwa ilmu yang semakin terspesialisasi itu semakin menambah sekat-sekat antara
satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain, sehingga muncul arogansi
ilmu yang satu terhadap ilmu yang lain. Tidak hanya sekedar sekat-sekat antar
displin dan arogansi ilmu, tetapi yang terjadi adalah terpisahnya ilmu itu
dengan nilai luhur ilmu, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia. Bahkan tidak
mustahil terjadi, ilmu menjadi bencana bagi kehidupan manusia, seperti
pemanasan global dan dehumanisasi.
Kalau dilacak akar sejarahnya, pandangan Islam tentang pentingnya ilmu tumbuh
bersamaan dengan munculnya Islam itu sendiri. Ketika rasulullah menerima wahyu
yang pertama yang mula-mula diperintahkan kepadanya adalah “membaca”. Dengan
demikian, al-Qur'an dan hadis menjadi sumber ilmu yang dikembangkan oleh umat
Islam dalam spectrum yang seluas-luasnya. Selanjutnya kita akan masuk kedalam
inti pembahasan, yaitu tentang sejarah dan perkembangan ilmu dalam Islam. Untuk
memudahkan pemahaman kita penulis mencoba membagi sejarah perkembangan ilmu
dalam Islam dalam beberapa zaman,yaitu sebag/ai berikut:
1. Penyampaian
Ilmu Dalam Filsafat Yunani Ke Dunia Islam
Pengalihan pengetahuan ilmiah dan Filsafat Yunani ke dunia Islam, dan
penyerapan serta pengintegrasian pengetahuan itu oleh umat Islam, merupakan
sebuah catatan sejarah yang unik. Dalam sejarah peradaban manusia, amat jarang
ditemukan suatu kebudayaan asing dapat diterima sedemikian rupa oleh kebuadaan
lain, yang kemudian menjadikannya landasan bagi perkembangan intelektual dan
pemahaman filosofisnya.
Dalam perjalanan ilmu dan juga Filsafat di dunia Islam, pada dasarnya terdapat
rekonsiliasi dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang
berbeda, bahkan sering kali ekstrim antara pandangan Filsafat Yunani, seperti
Filsafat Plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan dalam Islam yang
sering kali menimbulkan benturan-benturan. Sebagai contoh konkret dapat
disebutkan bahwa Plato dan Aristoteles telah memberikan pengaruh yang besar
pada mazhab-mazhab Islam, khususnya mazhab eklektisisme. Al- FArabi dalam hal
ini memiliki sikap yang jelas krena ia percaya pada kesatuan Filsafat dan bahwa
tokoh-tokoh Filsafat harus bersepakat diantara mereka sepanjang yang menjadi
tujuan mereka adalah kebenaran. Bahkan bisa dikatakan bahwa para filosof muslim
mulai dari al-Kindi sampai Ibnu Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi
tersebut, dengan cara mengemukakan pandangan-pandangan yang relative baru dan
menarik. Usaha-usaha mereka pada gilirannya menjadi alat dalam penyebaran
Filsafat dan penetrasinya ke dalam studi-studi keislaman lainnya, dan tak
diragukan lagi, upaya-upaya rekonsiliasi oleh para filosof muslim ini
menghasilkan afinitas dan ikatan yang kuat antara Filsafat Arab dan Filsafat
Yunani.
Selanjutnya, ketika berbicara tentang proses penyampaian ilmu dan Filsafat
Yunani ke dunia Islam, kita harus melihat sisi lain yang juga menunjang
keberhasilan Islam dalam menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sisi
lain itu adalah aktivitas penerjemahan. Menurut C. A. Qadir yang dikutip oleh
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. dalam bukunya Filsafat Ilmu, proses penerjemehan
dan penafsiran buku-buku Yunani di negri-negri Arab di mulai jauh sebelum
lahirnya agama Islam atau penaklukkan Timur Dekat oleh bagsa Arab pada tahun
614M. Jauh sebelum umat Islam dapat menaklukkan daerah-daerah di Tmur Dekat,
pada saat itu Suriah merupakan tempat bertemunya dua kekuasaan dunia, Romawi
dan Persia. Atas dasar itu bangsa Suriah disebut-sebut memainkan peranan yang
sangat penting dalam penyebaran budaya Yunani ke Timur dan Barat. Dikalangan
umat Kristen di Suriah, terutama kaum Nestorian, ilmu pengetahuan Yunani
dipelajari dan disebarluaskan melalui sekolah-sekolah mereka. Walaupun tujuan
uatama mereka adalah menyebarluaskan pengetahuan injil, namun pengetahuan
ilmiah seperti ilmu kedokteran banyak diminati oleh pelajar.
Selain itu pada masa ini juga didapati pusat-pusat ilmu pengetahuan seperti
Ariokh, Ephesus, dan Iskandariyah di aman buku-buku Yunani Purba masih dibaca
dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
2. Perkembangan
ilmu pada masa Islam klasik
Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa pentingnya ilmu pengetahuan sangat
ditekankan oleh Islam sejak awal, mulai masa Nabi sampai dengan
Khulafaurrasyidin, pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan berjalan
dengan pesat seiring dengan tantangan zaman.
Selanjutnya, seperti yang dikutip oleh Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A., dari
buku Kaki Langit Peradaban Islam karya Nurcholis Madjid, dikatakan bahwa satu
hal yang patut dicatat dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan adalah
peristiwa Fitnah Kubra, yang ternyata tidak hanya membawa konsekuensi, tetapi
ternyata juga membawa perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di
dunia Islam. Pasca terjadinya Fitnatul Kubra muncul berbagai golongan yang
berkembang kaarena alasan-alasan politis. Namun di luar konlik yang muncul saat
itu, sejarah mencatat dua tokoh besar yang tidak ikut terlibat dalam perdebatan
teologis yang cenderung mengkafirkan satu sama lain, tetapi justru mencurahkan
perhatiannya pada bidang ilmu agama. Kedua tokoh itu adalah Abdullah bin Umar
dan Abdullah bin Abbas. Yang pertama mencurahkan perhatianya pada ilmu hadis,
sementara yang disebut belakangan lebih berkonsentrasi pada ilmu tafsir. Kedua
tokoh tersebut sering dianggap sebagai pelopor tumbuhnya institusi keulamaan
dalam Islam. Sekaligus berarti pelopor kajian mendalam dan sistematis dalam
bidang ilmu agama Islam.
Tahap penting berikutnya dalam proses perkembangan dari tradisi keilmuan Islam
adalah masuknya unsur-unsur dari luar ke dalam Islam, khusunya unsur-unsur
budaya Perso-Semitik dan budaya Hellenisme. Yang disebut belakangan mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap pemikiran Islam ibarat pisau bermata dua.
Satu sisi ia mendukung Jabariyah (antara lain oleh Jahm bin Safwan), sedang disisi
lain ia mendukung Qadariyah (antara lain Washil bin Atha’, tokoh dan pendiri
mu’tazilah). Dari adanya pandangan yang dikotomis antara keduanya, kemudian
muncul usaha menengahi dengan menggunakan argument-argumen Hellenisme, terutama
Filsafat Aristoteles. Sikap menengahi itu terutama dilakukan oleh Abu Hasan Al-
Asy’ari dan al Maturidi yang juga menggunakan unsur Hellenisme.
Berdasarakan uraian di atas dapat ditarik hipotesa semntara bahwa pada masa
awal Islam pengaruh Hellenisme dan juga Filsafat Yunani terhadap tradisi
keilmuan Islam sudah sedemikian kental, sehingga pada saat selanjutnya pengaruh
itupun terus mewarnai perkembangan ilmu pada masa-masa berikutnya.
a) Perkembangan
Ilmu Pada Masa Kejayaan Islam
Pada masa kejayaan kekuasaan Islam, khusunya pada masa pemerintahan Dinasti
Umayah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang sangat maju dan pesat. Kemajuan
ini membawa Islam pada masa keemasannya, dimana pada saat yang sama
wilayah-wilayah yang jauh dari kekuasaan Islam masih berada pada masa kegelapan
peradaban (dark age).
Dalam sejarah Islam, kita mengenal nama-nama seperti
al-Mansur, Al-Ma’mun, dan Harun Al-Rasyid, yang memberikan perhatian yang
sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Pada masa
pemerintahan al-Mansur misalnya, proses penerjemahan karya-karya filosof Yunani
kedalam bahasa Arab berjalan dengan pesat. Dikabarkan bahwa al-Mansur telah
memerintahkan penerjemahan naskah-naskah Yunani mengenai Filsafat dan ilmu,
dengan memberikan imbalan yang besar kepada para ahli bahasa (penerjemah). Pada
masa Harun Al-Rasyid (786-809) proses penerjemahan itu juga masih terus
berlangsung. Harun memerntahkan Yuhana (Yahya) Ibn Musawayh, seorang dokter
istana, untuk menerjemahkan buku-buku kuno mengenai kedokteran. Di masa itu
juga diterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi, seperti Siddhanta;
sebuah risalah India yang diterjemahkan oleh Muhammad bin Ibrahim Al-Fajari.
Pada masa selanjutnya oleh Al-Khawarizmi Siddhanta ini dibuat versi baru
terjemahannya dan diberikan komentar-komentar.
Perkembangan ilmu selanjutnya berada pada masa pemerintahan al-Makmun
(813-833). Ia adalah seorang pengikutnmu’tazilah dan seorang rasionalis yang
berusaha memaksakan pandangannya kepada rakyat melalui mekanisme Negara.
Walaupun begitu, ia telah berjasa besar dalam mengembangkan ilmu dalam dunia
Islam dengan membangun baitul hikmah, yang terdiri dari sebuah perpustakaan,
sebuah observatorium, dan sebuah departemen penerjemahan. Orang terpenting di baitul
hikmah adalah Hunain, seorang murid al-Musawayh, yang telah berjasa
menerjemahkan buku-buku Plato, Aristoteles, Gelenus, Appolonius, dan
Archimides. Selanjutnya pada pertengahan abad ke 10 muncul dua penerjemah
terkemuka yaitu Yahya Ibn A’di dan Abu Ali Isa bin Ishaq bin Zera. Yahya banyak
member komentar dan memperbaiki terjemahan mengenai karya-karya Aristoteles.
Selanjutnya pada masa perkembangan ini terdapat pula tokoh-tokoh Filsafat yang
bergerak secara serius dalam kajian-kajian di luar Filsafat. Hal ini bisa
difahami karena adanya kenyataan bahwa mereka menganggap ilmu-ilmu rasional
sebagai bagian Filsafat. Atas dasar inilah mereka memperlakukan
persoalan-persoalan fisika sebagaimana mereka memperlakukan masalah-masalah
yang bersifat metafisika. Salah satu bukti nyata dari hal ini adalah kitab
as-Syifa, sebuah ensiklopedi Filsafat Arab yang terbesar, yang berisi empat
bagian. Bagian I mengenai logika, bagian II tentang fisika, bagian III tentang
matematika, dan bagian IV membahas tentang metafisika. Dalam bagian fisika,
Ibnu Sina memasukkan ilmu-ilmu Psikologi, zoology, geologi, dan botani, dan
pada matematika, ia membahas geometri, ilmu hitung, astronomi, dan musik.
Selain adanya perkembangan ilmu yang dapat dikategorikan ke dalam bidang
eksakta, matematika, fisika, kimia, geometri, dan lain sebagainya, sejarah juga
mencatat kemajuan ilmu-ilmu keislaman, baik dalam bidang tafsir, hadis, fiqih,
ushul fiqih, dan disiplin ilmu keislaman lainnya.
b) Perkembangan
Masa Renaissance Filsafat Ilmu
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang
mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan
kesenian, keahlian, dan ilmu pengetahuan yang diwujudkan dalam diri jenius
serba bisa, Leonaro da Vinci. Penemuan mesin percetakan dan ditemukannya benua
baru oleh Colombus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu.
Kelahiran kembali sastra di Inggris, Perancis dan Spanyol diwakili Shakespeare,
Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Adanya penemuan ahli perbintangan seperti
Copernicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang
merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan Filsafat.
Teori Copernicus yang mengemukakan bahwa matahari berada dipusat jagad raya
yang biasa disebut dengan teori Heliosentrisme, melahirkan revolusi pemikiran
tentang alam semesta, terutama astronomi. Bacon adalah pemikir yang seolah-olah
meloncat keluar dari zamannya dengan melihat perintis Filsafat ilmu. Ucapan
Bacon yang terkenal adalah Knowledge is power (pengetahuan adalah kekuasaan).
c) Perkembangan Masa Modern Filsafat Ilmu
Setelah Galileo, Fermat, Pascal, dan Keppler berhasil mengembangkan penemuan
mereka dalam ilmu, maka pengetahuan yang terpencar-pencar itu jatuh ke tangan
dua sarjana, yang dalam ilmu modern memegang peran yang sangat penting. Mereka
adalah Issac Newton dan Leinbiz. Di tangan dua orang sarjana inilah sejarah
ilmu modern dimulai.
Dimasa ini terjadi perkembangan ilmu kimia yang sangat pesat. Selain itu banyak
ditemukan mesin-mesin tanpa ada dasar ilmunya melainkan atas dasar percobaan,
misalnya mesin uap yang kemudian mendasari kereta api, percobaan-percobaan
listrik dan lain-lain. Penemuan itu semuanya yang melandasi terjadinya revolusi
industry terutama di Inggris yang kemudian meluas ke Eropa.
Secara singkat dapat ditarik sebuah sejarah ringkas ilmu yang lahir saat itu.
Perkembangan ilmu pada abad ke 18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi
ekonomi, kalkulus, dan statistika. Di abad ke 19 lahir semisal pharmakologi,
geofisika, geormophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Abad ke 20
mengenal ilmu informasi, logika matematika, mekanika kuantum, fisika nuklir,
kimia nuklir, radiobiology, oceanografi, antropologi budaya, psikologi dan
sebagainya
Pada zaman modern Filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak
keseluruhan Filsafat modern itu mengambil warna pmikiran Filsafat sufisme
Yunani, sedikit pengecualian pada Kant. Paham-paham yang muncul garis besarnya
adalah rasionalisme, idealism, dan empirisme.
Sedangkan pada abad 20 aliran Filsafat banyak sekali sehingga sulit
digolongkan, karena makin eratnya kerjasama internasional. Namun sifat-sifat
Filsafat pada abad ini lawannya abad 19, yaitu anti positivis, pluratis,
antroposentrisme, dan pembentukan subyektivitas modern.
Comments
Post a Comment