CONTOH PEMBUATAN PROPOSAL YANG MENARIK PRODI PAI II UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO II SENJA DARI TIMUR
cara pembuatan proposal yang menarik dan disukai penguji
PROPOSAL SKRIPSI
UPAYA DALAM MENANAMKAN LITERASI KEAGAMAAN
MELALUI KAJIAN KEISLAMAN
( STUDI KASUS KOMUNITAS SANG MUSAFIR
MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO)
Oleh
:
Rudiman
NIM.
18112144
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA SLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2021
HALAMAN PENGESAHAN
UPAYA
DALAM MENANAMKAN LITERASI KEAGAMAAN MELALUI KAJIAN KEISLAMAN
(STUDI KASUS KOMUNITAS SANG MUSAFIR MAHASISWA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO)
Rudiman
NIM. 18112144
Ponorogo, 23
November 2021
Menyetujui
Pengampu
mata kuliah
(Sigit
Dwi Laksana, M.Pd.I)
NIK.
1989011020160313
Mengetahui
Kaprodi
PAI Aldo Redho Syam, M.Pd.I NIK.
1988011320170913 |
HALAMAN PENGESAHAN
UPAYA
DALAM MENANAMKAN LITERASI KEAGAMAAN MELALUI KAJIAN KEISLAMAN
(STUDI
KASUS KOMUNITAS SANG MUSAFIR MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO)
Rudiman
NIM. 18112144
Ponorogo, 23
November 2021
Menyetujui
Penguji 1 Proposal, Sigit
Dwi Laksana, M.Pd.I NIK. 1989011020160313 |
Penguji 2 Proposal, Lilis
Sumaryanti, M.Pd NIDN. 0712058601 |
Mengetahui
Kaprodi
PAI Aldo Redho Syam, M.Pd.I NIK. 1988011320170913 |
IDENTITAS PENGUSUL
Nama : Rudiman
NIM : 18112144
Judul : Upaya Dalam Menanamkan
Literasi Keagamaan Melalui Kajian Keislaman (Studi Kasus Komunitas Sang Musafir
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo)
Ringkasan
Judul di atas peneliti ingin
mengetahui seperti apa proses pembinaan yang dilakukan Pembina dalam menanamkan
literasi keagamaan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo di komununitas
Sang Musafir. Selain itu juga agar mengetahui lebih jauh lagi bagaimana hasil
dari pembinaan serta tantangan yang
menjadii faktor pendukung dan penghambat dalam menanamkan literasi. Jenis
penelitian yang digunakan dalam proposal ini adalah dengan studi kasus dan
teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan yang namanya metode
penelitian dengan pendekatan kualitatif. Adapun teknik yang digunakan
dalam penulisan proposal dalam mengumpulkan data yaitu menggunakan metode
obserbasi, wawancara dan dokumentasi, adapun dalam teknis analisis datanya
menggunakan Milles & Hurberman yang meliputi reduksi data, penyajian data, serta
kesimpulan..
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-Qur’an
merupakan kitab petunjuk bagi umat manusia, di dalam Al- Qu’ran banyak
ditemukan ayat yang memberikan isyarat tentang kebenaran ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Muhammad SAW pada 15 abad
tahun yang lalu. Al-Qur’an telah memberikan isyarat dan dorongan kepada umat
manusia agar menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Diantaranya wahyu
Al-Qur’an atau ayat pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW dengan kalimat
“Bacalah “.
Demikian
ayat pertama kali turun diawali dengan kalimat perintah “Bacalah” (berulang
-ulang kali) dimana membaca dalam
pengertian yang luas merupakan kunci untuk membuka wawasan dan ilmu
pengetahuan. Lima ayat pertama surat tersebut terdapat kalimat yang mengajar
(manusia) dengan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”. Kedua ayat ini dapat difahami betapa pentingnya proses mengajar
dalam mengajar ada interaksi pengetahuan antara seorang pengajar dan peserta
didik. Dengan proses mengajar itu maka ilmu pengetahuan menjadi berkembang.
Dengan demikian Al-Qur’an secara tersurat dan tersirat memerintahkan manusia
agar senantiasa menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Banyak ayat-ayat
Al-Qur’an memberikan petunjuk dan dorongan agar manusia menggunakan akal
pikiran, hati, indra mata, telinga untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan
sebagai bekal hidup mereka untuk mencapai kesejahteraan di dunia maupun
akhirat.
Membaca tentu tidak bisa dipisahkan dari proses
menulis. Hal ini bisa disebut sebagai literasi. Literasi sendiri menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca
serta kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk
kecakapan hidup. Untuk meraih kecakapan dalam hidup tersebut, diperlukan sebuah
kemampuan dalam mengolah pengetahuan yang diperolehnya. Kemampuan yang diperlukan
itu dinamakan sebagai kemampuan membaca dan menulis.
Begitupun dalam sejarah Islam, literasi tidak lepas
dari budaya membaca dan menulis. Meskipun Bangsa Arab Pra-Islam kurang
bersentuhan dengan budaya menulis dan membaca, namun setelah Al Quran turun
kepada mereka, tradisi membaca dan menulis mulai tumbuh di kalangan Bangsa
Arab. Banyak dari mereka mulai menuliskan ayat–ayat Al Quran di berbagai media
seperti kulit kayu, batu, tulang, pelepah kurma, dan kulit hewan. Beberapa
sahabat Rasulullah juga sudah mulai belajar membaca dan menulis. Salah satu
tokoh yang pandai membaca dan menulis pada masa itu adalah Hafshah binti Umar
bin Khattab yang merupakan anak dari Umar bin Khattab sekaligus Istri
Rasulullah. Tradisi literasi di kalangan kaum Muslimin lah yang mengantarkan
umat.[1]
Semua
peradaban di dunia tidak lepas dari kemampuan membaca dan menulis manusia yang
hidup di zamannya. Seiring dengan perkembangan kemampuan literasi itulah,
peradaban manusia terbangun. Dalam catatan sejarah saat masa keemasan Islam
tidak terlepas dari budaya keilmuan membaca, meneliti, menulis dan berdiskusi.
Masa emas ini bersamaan dengan terjadinya kemunduran dan kegelapan pada benua
Eropa dan Amerika. Tokoh-tokoh besar Islam sangat produktif dalam berkarya di
berbagai bidang. Bahkan karya literasi tokoh-tokoh Islam terus dipelajari
hingga kini. Seperti karya Imam Syafii, Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Maliki,
Ibnu Khaldun, Imam Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Taimiyah, dan masih banyak lagi.[2]
Indonesia merupakan salah satu negara yang rendah akan
literasi. Hal ini bisa dilihat dari “Literasi
Indonesia Ranking Terbawah Kedua Di Dunia,” bahwa Tidak hanya soal literasi keagamaan,
tingkat literasi lainnya juga menunjukkan angka yang masih rendah. Indonesia
menduduki rangking kedua dari bawah menyangkut literasi dunia. Menurut data
UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya bahwa dari 1000
orang Indonesia, hanya 1 ornag yang rajin membaca. Di tahun 2016, riset yang
dilakukan oleh Central Connectitut State University, Indonesia menduduki
peringat ke-60 dari 61 negara, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas
Bostwana (61).[3]
Namun, Namun, angka tersebut sedikit berkurang. Juga bisa dilihat tampak pada
hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) 2018
yang menunjukkan skor Indonesia dalam kemampuan membaca sebesar 371 poin,
sedangkan skor rata-rata Organisation for Economic Co-operation and
Development (OECD) adalah 487.[4] Pada periode putaran
sebelumnya, yaitu PISA 2015 skor kemampuan membaca adalah 397 dengan skor
rata-rata OECD sebesar 493.[5] Hasil PISA 2018
menunjukkan dengan jelas bahwa siswa Indonesia mengalami penurunan kemampuan
membaca dibandingkan dengan PISA 2015, ini juga berarti kompetensi membaca
siswa Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan
hasil survey World Culture Index Score di tahun 2018, minat baca
masyarakat Indonesia naik cukup signifikan. Indonesia berada di urutan ke-17
dari 30 Negara.[6]
Fenomena
sosial keagamaan akhir-akhir ini menjadi perhatian publik, misalnya dalam kasus
yang beredar di media sosial bahwa pria
berinisial HF sebagai tersangka karena menendang sesajen di
lokasi bencana erupsi Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang,.[7] Begitu juga dalam Informasi yang diterima detikcom, Rabu
(12/5/2021), bahwa tersangka yang
diamankan bernama Qaimul Haki (42). Tersangka membuat akun TikTok dan melakukan
dugaan penistaan agama.[8]
Dalam riset terbaru yang dilakukan oleh
Noorhaidi Hasan, dkk., yang diterbitkan dengan judul “Literatur Keislaman
Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi, dan Kontestasi.” Temuan riset ini menunjukkan
bahwa literatur- literatur bercorak Jihadi, Tahriri, Tarbawi, Salafi, dan
Islamisme populer masih menjadi celah bagi pikiran pelajar dan mahasiswa. Meski
demikian, literatur Islam moderat masih bisa bertahan dan cenderung mengalami
perkembangan.[9]
Penguatan
literasi keagamaan menjadi salah satu bagian yang diinstruksikan oleh Menteri
Agama RI yang baru, Yaqut Cholil Qoumas sebagai bentuk penguatan moderasi
beragama. Di samping itu, Gallagher menuturkan dalam bahasa tulis untuk
memahami sepak terjang literasi agama perlu pengetahuan yang luas tentang
dinamika agama, mekanisme dan proses beragama. Juga literasi agama seharusnya
tidak hanya tingkat penguasaan informasi atau pengetahuan dasar, tetapi juga
informasi tentang bagaimana orang menggunakan pengetahuan dasar untuk
menyesuaikan diri dengan dunia, untuk mengekspresikan wawasan individu dan
komunitas mereka dan memberikan petunjuk dalam kehidupannya.[10]
Literasi keagamaan yang dilakukan melaui kajian
keislaman dapat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran untuk melaksanakan
ajaran - ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari terutama yang
berhubungan dengan ibadah dan akhlak
serta menimbulkan sikap dan kejiwaan yang di liputi oleh nilai-nilai agama
seperti sabar, tolong menolong, ikhlas, tawakal, serta tidak putus asa.
Dalam penanaman literasi keagamaan itu sendiri juga di
perlukan suatu wadah yang dapat menampung segala hal yang menjadi pokok
permasalahan sehingga menjadikan mahasiswa khusunya yang ada di komunitas Sang
Musafir dapat mendapatkan siraman rohani
mengenai penanaman literasi keagamaan. Hal tersebut bisa dilakukan
berbagai cara salah satunya adalah dengan kajian yang berbaur keislaman.
Komunitas Sang Musafir
merupakan salah suatu perkumpulan yang mayoritasnya adalah mahasiswa dan
sebagian pelajar yang berasal dari timur .Mereka sedang menempuh pendidikan di
luar daerah khususnya kota Ponorogo Provinsi Jawa Timur. Secara keseluruhan
mereka memeluk agama Islam, sehingga hal ini menjadi penting untuk menjelaskan
tentang hakikat agama melalui penanaman literasi keagamaan.
Pada observasi pertama
peneliti mengamati Komunitas Sang Musafir mengadakan kegiatan kajian keislaman
yang dibuat oleh devisi keagamaan, Materi-materi yang diberikan dalam kajian
itu juga menarik. Devisi keagamaan mengundang pemateri-pemateri dari dosen
Universitas Muhammadiyah Ponorogo salah satunya adalah Ust. Dr. Sumaji, M.Pd.
Dalam kajian tersebut tema yang diangkat adalah “Sholat Sesuai Tuntunan
Rasulullah Muhammad SAW”. Dalam proses kajian tersebut peneliti mengamati bahwa
ketika Narasumber memberikan pertanyaan-pertanyaan dasar misalnya Narasumber
meminta untuk menjelaskan pengertian i’tidal, hampir sembagian yang menjawab
masih keliru.
Beberapa kali peneliti melakukan
observasi dengan kondisi yang sama, hanya dengan materi kajian yang berbeda
yaitu kegiatan Tahsin yang di lakukan oleh devisi keagamaan Komunitas Sang
Musafir. Kegiatan ini di isi oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo
bernama Abd. Munir. Dalam kegiatan ini juga peneliti mengamati bahwa sebagian
dari yang hadir belum mampu membaca Al- Qur’an secara benar bahkan masih
mengenal huruf hijaiyyah. Hal ini menunjukan bahwasannya jika dikerucutkan,
maka sebagian besar di Komunitas Sang Musafir belum mampu memahami serta
mengamalkan ajaran agama Islam, sehingga mereka dituntut akan hal itu. Suka
tidak suka, setuju tidak setuju maka mereka akan berhadapan dengan persoalan
itu dan tidak bisa lari dari fenomena tersebut.
Pembelajaran agama Islam
di Komunitas Sang Musafir masih sangat jauh tertinggal. Hal ini karena mereka
kurang memahami literasi yang baik dan agama Islam yang kaffah. Walaupun di
Komunitas Sang Musafir didominasi oleh kalangan pelajar dan mahasiswa, bukan
berarti mereka akan mudah memahami literasi keagamaan dengan baik. Literasi
keagamaan dalam pembelajaran sangat penting baik itu untuk diri sendiri,
lingkungan keluarga terlebih lagi dalam konteks kehidupan bermasyarakat, sebab
hal itu dapat menjaga keutuhan sosial dan masyarakat sehingga tidak buta dengan
materi keagamaan yang ada.
Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu Pembina
bernama La Ode Sugianto, S.Pd., MM : bahwasannya Mengingat pada umumnya
mahasiswa di komunitas Sang Musafir yang menempuh Pendidikan di Universitas
Muhammadiyah Ponorogo kurang memiliki latar belakang pendidikan agama yang
memadai baik pendidikan formal maupun pendidikan yang ditanamkan di lingkungan
keluarga, maka hal ini menjadi salah satu faktor yang menarik bagi peneliti
untuk mengkaji tentang “Upaya
Dalam Menanamkan Literasi Keagamaan Melalui Kajian Keislaman (Studi Kasus
Komunitas Sang Musafir Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo)”
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah
yang akan disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1
Bagaimana
bentuk pembinaan mahasiswa Universitas Muhmmadiyah Ponorogo di komunitas Sang
Musafir tertang literasi keagamaan?
2
Apa
hasil pembinaan dari penanaman literasi keagamaan?
3
Apa
saja faktor pendukung dan penghambat dalam menanamkan literasi keagamaan?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1
Mampu
mengetahui bentuk pembinaan mahasiswa Universitas Muhammdiyah Ponorogo di
komunitas Sang Musafir tentang litersi keagamaan
2
Mampu
mengetahui hasi pembinaan dari penanaman literasi keagamaan
3
Mampu
mengetahui faktor pendukung dan penghambat Pembina dalam menanamkan literasi
keagamaan
D.
Manfaat
Penelitian
Penelitian diharapkan bisa memberikan manfaat
yaitu sebagai berikut:
1
Manfaat
Teoritis
Manfaat teoritis
dapat dapat memberikan sebagai berikut :
1)
Hasil penelitian ini mampu
memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan terhadap upaya
pembina dalam menanamkan literasi keagamaan melalui kajian keislaman
2)
Hasil
penelitian ini mampu memberikan sedikit sumbangan ilmu pengetahuan kepada semua
pembaca.
2
Manfaat
Praktis
Manfaat praktis
diharapkan dapat memberikan nilai positif yaitu sebagai berikut :
1)
Bagi peneliti bisa
memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan yang baru mengenai upaya pembina dalam
menanamkan literasi keagamaan melalui kajian keislaman di komunitas Sang
Musafir
2)
Bagi Pembina bisa
menjadikan pedoman dalam menentukan dan melaksanakan pembinaan, sehingga dapat
memberikan hal positif yaitu membangun komunitas
Sang Musafir lebih baik lagi dengan meningkatkan literasi keagamaan melalui
kajian keislaman.
3)
Bagi para kader di
komunitas dapat menjadikan pedoman dalam mendidik, membina serta menanamkan
literasi keagamaan melalui kajian keislaman.
4)
Bagi masyarakat bisa
menjadikan sebagai informasi pengetahuan yang baik dalam bentuk upaya pembinaan
dalam menanamkan literasi keagamaan melalui kajian keislaman sehingga menjadi symbol
tersendiri dan pembeda dari komunitas lain,sserta untuk memotivasi para
mahasiswa yang mengikuti organisasi.
E. Sistematika
Pembahasan
Sistematika penulisan di
definisikan sebagai rangkaian yang terbagi ke dalam bab-bab dan termuat dalam
isi skripsi. Diantaranya satu sama lain saling berkaitan dalam setiap bagian.
BAB I ini berisi tentang pendahuluan
gambaran secara umum terkait pembahasan proposal ini, yang sudah dijabarkan
dalam sub bab yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan dan sistematika penelitian.
BAB II berisi tentang kajian
pustaka,landasan teori, yang didalamnya menguraikan tentang upaya pembina dalam
menanamkan literasi keagamaan melalui kajian keislaman studi kasus komunitas
sang musafir mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo
BAB III menerangkan
mengenai metode penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data
primer dan sumber data sekunder, teknik pengumpulan data, dan analisis data
serta teknik keabsahan data.
BAB
II
LANDASAN TEORI
1
Tinjauan
Pustaka
Tinjauan Pustaka
dalam penelitian terdahulu meliputi beberapa rujukan yaitu sebagai berikut :
a
Penelitian dari sebuah
jurnal yang di tulis oleh Jalaludin yang berjudul “ Peran Gaya Kepemimpinan
Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Motivasi Literasi Santri”.
Penelitian petama ini
memiliki tujuan untuk memahami dan menganalisis : (1) Gaya kepemimpinan pondok
pesantren terhadap motivasi literasi santri, (2) Hambatan-hambatan gaya
kepemimpinan pondok pesantren dalam meningkatkan motivasi literasi santri, (3)
Upaya gaya kepemimpinan dalam meningkatkan motivasi literasi santri. Penelitian
kedua menguraikan mengenai usaha serta peran Pembina dalam menanamkan
nilai-nilai religius melalui kegiatan keagamaan.
Persamaan dari penelitian
ini adalah sama-sama menggunakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif
dengan jenis mengambil rancangan sebuah kasus.
Sedangkan perbedaannya adalah jika
peneliti terdahulu tidak menggunakan teknik pengesahan data/validasi data
sedangkan penelitian yang akan di lakukan peneliti sekarang dengan menggunakannya.
b
Dalam sebuah tesis yang
ditulis oleh Yeni Solihah berjudul “Efektivitas Penggunaan E-Book Dalam
Meningkatkan Literasi Keagamaan Siswa Kelas III MI As-Salamah Pamulang II
Tangerang Selatan”.
Penelitian kedua ini bertujuan untuk mendeskripsikan
efektivitas penggunaan buku elektronik (e-book) dalam meningkatkan literasi
keagamaan Siswa Kelas III MI As-Salamah, Pamulang II, Tangerang Selatan. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. . Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan e-book yang sudah
dilaksanakan kurang lebih 4 tahun di MI As-Salamah merupakan cara pembelajaran
yang sangat praktis dan simpel, memudahkan siswa dan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran, serta siswa dapat belajar kapan dan di mana pun karena
e-book mudah dibawa, lengkap, dan praktis.
Persamaan dalam penelitian ini adalah sama sama
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melihat fenomena lapangan.
Adapun perbedaannya adalah subyek dan obyek,serta cara
yang dilakukan dalam penanaman literasi keagamaan.
c
Dalam sebuah jurnal yang
ditulis oleh Nasikhatul Umami dkk “Efektivitas bimbingan kelompok dengan teknik
modeling dan teknik group exercises untuk meningkatkan kompetensi
literasi keagamaan”.
Penelitian ketiga ini
bertujuan untuk: 1) Menganalisa tingkat kompetensi literasi keagamaan, 2)
Menganalisis tingkat keefektifan bimbingan kelompok dengan teknik Modeling
dalam meningkatkan kompetensi literasi keagamaan, 3) Menganalisis tingkat
keefektifan bimbingan kelompok dengan teknik Group Exercises dalam
meningkatkan kompetensi literasi keagamaan, 4) Menganalisis perbedaan
keefektifan bimbingan kelompok dengan teknik Modeling dan teknik Group
Exercises dalam meningkatkan kompetensi literasi keagamaan
Jenis penelitian ini
adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu
atau quasy experimental design. Populasi dalam penelitian ini adalah
peserta didik kelas X MA Al Manar Kabupaten Semarang yang terdiri atas 2 kelas
dengan jumlah 36 orang peserta didik. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini dengan menggunakan skala psikologi. Teknik analisis data dalam penelitian
menggunakan Paired-Sample T Test.
Persamaan pada penelitian
ini adalah terletak pada tujuan yaitu untuk meningkatkan literasi keagamaan.
Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada jenis penelitian, data serta desain
yang digunakan dalam penelitian dan juga media yang digunakan dalam penelitian
tersebut.
B
Landasan Teori
1
Pembina
a. Pengertian
Pembina
Pembina
adalah orang yang melakukan pembinaan, bimbingan, arahan serta nasehat kepada
orang yang mengalami masalah dan juga
kesulitan prestasi belajar, sehingga dapat dibantu untuk mencari jalan keluar
yang tepat.
Sedangkan Pembinaan
berasal dari kata bina, yang mendapatkan imbuhan pe-an, sehingga ketika
digabungkan dengan kata dasarnya menjadi kata pembinaan. Pembinaan didefinisikan
sebagai usaha, action dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif
untuk memperoleh hasil yang lebih baik.[11]
Pembinaan juga
bisa diuraikan sebagai upaya pendidikan formal maupun non formal yang dikerjakan
secara sadar, berencana, terarah teratur, dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan,
menumbuhkan membimbing, dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadiannya seimbang,
utuh dan selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat,
kecenderungan atau keinginan serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal, untuk
selanjutnya atas perkasa sendiri menambah, meningkatkan dan mengembangkan
dirinya, sesamanya maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan
kemampuan manusiawi yang optimal pribadi yang mandiri.[12]
b. Peran
Pembina
Seperti yang telah dijabarkan
di atas bahwasannya Pembina adalah orang yang melakukan bimbingan,serta
membina. Hal ini menunjukan bahwa Pembina merupakan bagian penting dalam
komunitas. Bisa di katakan juga bahwa Pembina merupakan seorang guru besar
karena melakukan sesuatu tanpa pamrih, melakukan sesuatu untuk kebaikan orang
yang dibina agar menjadi manusia yang merdeka sesuai tuntunan ajaran agama islam
yaitu Al- Qur’an dan As- Sunnah.
Peran Pembina pada
umumnya juga memiliki perbedaan. Ada Pembina yang memiliki sertifikat dan tidak
dalam suatu lembaga tertentu misalnya saja, Peran Pembina pramuka dalam kegiatan
pramuka di SMA Negeri 4 Magelang, terdapat perbedaan, pembina yang memiliki sertifikat
lebih aktif dan terjun langsung dalam kegiatan dan lebih bertanggung jawab
terhadap tugasnya sebagai pembina. Sedang peran pembina yang belum memiliki sertifikat
cenderung pasif dan kurang memiliki kemampuan dalam program pembinaan. Dengan demikian
peran Pembina yang bersertifikat lebih dominan dibanding dengan yang belum bersertifikat.
Sebagaimana dalam
komunitas Sang Musafir pembinanya tanpa ada tipikal seperti yang disebutkan
diatas. Itulah sebabnya kenapa penulis menyebutkan bahwa Pembina juga bisa
disebut dengan seorang guru karena tanpa pamrih dalam memberikan baik itu
nasehat tenaga maupun pikirannya demi kebaikan bersama.
Berdasarkan uraian di
atas bisa di simpulkan bahwa peran Pembina adalah sebagai berikut :
1)
Sebagai orang tua
Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa, “ Orang tua adalah ayah ibu kandung”. Selanjutnya A.
H. Hasanuddin menyatakan bahwa, “Orang tua adalah ibu bapak yang dikenal mula
pertama oleh putra putrinya”. Dan H.M Arifin juga mengungkapkan bahwa “Orang
tua menjadi kepala keluarga”.[13]
Dengan demikian bentuk
pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Pada umumnya Pendidikan dalam
rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang
lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan
strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi
pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh
mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.[14]
Sebagaimana dari uraian
di atas tentu orang tua memiliki tipikal tersendiri yaitu membimbing, membina,
mengarahkan, mengajari, menasehati, memberi penjelasan serta menanamkan
nilai-nilai agamis untuk anaknya. Begitu pun dengan seorang Pembina melakukan
hal yang sama kepada anggotanya dalam komunitas.
2)
Sebagai Guru
Guru
sebagai pendidik dan pengajar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya Pendidikan.[15] Begitu pula dengan seorang pembina merupakan faktor
penentu dalam menentukan serta menigkatkan kualitas kadernya dengan mengajari, berbagai
keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan.
3)
Sebagai kakak
Pembina juga
bisa sebagai seorang kakak untuk para kadernya dalam hal ini dalam sebuah
lembaga perannya tidak akan terlepas
sebagai seorang kakak yakni akan melindungi dan menemani, meyertatai,
membimbing adik adiknya serta memberikan kesempatan untuk mengelola kesatuan.
4)
Mitra
Pembina juga
bisa dikategorikan sebagai temannyang dapat dipercaya bersama-sama untuk
menggerakan kegiatan yang menyenangkan sesuai usia golongan. Hal ini di
karenakan dalam perkumpulan tentu ada tujuan yang perlu di capai. Jika tidak
ada pendekatan yang dilakukan oleh pembina kepada anggotanya di komunitas maka
apa yang disampaikan baik itu dalam bentuk perintah maupun nasehat maka sebagai
kecil hal itu hanya akan di jadikan sebagai tekstual saja di kepala, karena
tidak bisa membuat kader menjadikan partner dalam mencapai tujuan.
5)
Konsultan
Konsultasi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pertukaran pikiran untuk
mendapatkan kesimpulan baik itu nasehat, saran, dan sebagainya yang dilakukan
dengan sebaik-baiknya.
Pengertian konsultan
juga bisa didefinisikan sebagai suatu bentuk hubungan tolong-menolong yang
dilakukan oleh seorang professional yang disebut konsultan. Sehingga dapat di
simpulkan bahwa konsultasi diartikan sebagai pertimbangan orang terhadap suatu
masalah.[16]
Sebagaimana
dilihat dari tugas dari pembina itu sendiri adalah menasehati, memberikan
masukan serta saran kepada anggotanya di dalam komunitas sehingga apa yang
dilakukan bisa tertatah sesuai apa yang di nasehati oleh pembina itu sendiri.
Dari bebarapa uraian di atas jalaslah bahwa pembina juga sebagai tempat
bertanya dan konsultasi tentang berbagai masalah.
6)
Motivator
Sebagimana dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
motivator diartikan sebagai
orang (perangsang) yang menyebabkan
timbulnya motivasi pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu atau pendorong.[17]
Sehingga
dapat dipahami bahwa
motivator yaitu orang yang memiliki profesi selayaknya profesi
guru, pedagang, dan karyawan. Hal ini berarti selain dari yang
disebutkan di atas Pembina juga bisa sebagai seorang motivator untuk para
kadernya. Sebagai penggerak untuk
meningkatkan kegiatan yang serta meningkatkan semangat untuk maju.
7)
Fasilitator
Pembina juga
di sebut sebagai fasilitator karena ia jua tidak terlepas dari kadernya yang
selalu mengarahkan dan memberikan serta memfasilitasi berbagai kebutuhan dan
kegiatan para anggota komunitas.
3. Fungsi
Pembina
Sebagai orang yang di
berikan amanah untuk mendampingi serta mengarahkan para kader dalam komunitas
tentu Pembina juga memiliki fungsi yang seringkali tidak dapat dipisahkan dari
fungsi satu ke fungsi yang lain, serta di gunakan secara bersamaan yaitu Pengamat. Pembina
berfungsi untuk memantau dan mengamati tingakah laku dan pekembangan serta
dinamika dari kelompok. Tentu dalam proses Pembina tidak lupa untuk membawa
catatan kecil yang di gunakan untuk mencatat hal-hal yang di anggap penting
selama dalam proses pengamatan.
2
Literasi Keagamaan
a. Pengertian
Literasi Keagamaan
Literasi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca,
pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, kemampuan
individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Marfu’i
menuliskan bahwa literasi adalah penciptaan dan sekaligus interpretasi makna
teks dengan memperhatikan situasi sosial, dan historis, serta situasi kultural.
Relasi teks dan konteks yang direfleksikan menjadi penting kedudukannya di
sini. Karena itu literasi sangatlah dinamis, yang menggambarkan luasnya
kemampuan kognisi, kemampuan tentang bahasa yang tertutur maupun tertulis,
pengetahuan akan genre dan pengetahuan tentang budaya.[18] Literasi juga dimaknai
sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis sesuai dengan tingkatan yang benar,
walaupun kesesuaian (appropriateness) itu sendiri masih diperdebatkan.
Pada akhirnya, tidak ada standar universal tentang makna literasi.[19]
Literasi (literacy)
bukan hanya dalam arti sempit berupa kemampuan individu dalam membaca dan
menulis, melainkan meliputi kontinum pembelajaran yang memungkinkan individu
dapat mencapai tujuan hidup mereka, mengembangkan pengetahuan dan potensinya,
dan partisipasinya secara penuh dalam kehidupan sosial mereka secara luas.[20]
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Pangesti Wiedarti, dkk [21] bahwa
literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis.
Berdasarkan uraian dari
literasi di atas dapat disimpulkan bahwa literasi tidak hanya diartikan sebagai
kemampuan membaca menulis tetapi lebih dari itu yaitu memahami apa yang dibaca
dan ditulis.
Keagamaan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
keagamaan. Sehingga keagamaan jika dispesifikasikan bisa diartikan sebagai
Religiusitas.
Religiusitas merupakan
suatu keadaan, pemahaman dan ketaatan seseorang dalam meyakini suatu agama yang
diwujudkan dalam pengamalan nilai, aturan, kewajiban sehingga mendorongnya
bertingkah laku, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari.[22]
Sebagaimana yang
diungkapkan juga oleh Prothero, ia menjelaskan bahwa literasi agama mengacu
pada kemampuan untuk memahami dan menggunakan dalam kehidupan keseharian dari
blok bangunan dasar tradisi keagamaan yang mencakup konsep kunci seperti
simbol-simbol, doktrin, praktik, ucapan, karakter, metafora dan narasi. Lebih
lanjut Prothero juga menjelaskan bahwa literasi Islam dapat mengacu pada
pengetahuan dasar sejarah Islam, praktik-praktik utama dari rukun Islam, dan
simbol-simbol dasar, kepahlawanan, dan kisah-kisah Al-Qur’an. Literasi agama
juga bisa mengacu pada pembagian berbagai kapasitas fungsional seperti literasi
ritual, literasi pengakuan, literasi denominasi, dan literasi narasi.
Sebagaimana bentuk literasi lainnya, makna literasi agama merupakan praktik
yang lebih cair dari pada kondisi tetap.[23]
Selanjutnya gagasan
literasi agama ini dikembangkan oleh Gallagher. Baginya, literasi agama harus
mencakup tidak hanya tingkat penguasaan informasi atau pengetahuan dasar tapi
juga beberapa wawasan tentang bagaimana orang menggunakan pengetahuan dasar itu
untuk mengorientasikan diri mereka di dunia, mengekspresikan pemahaman diri
individual dan komunal mereka, dan memberikan arah dan makna bagi hidup mereka.
Untuk menjadi literat soal agama, seseorang perlu mengetahuai sesuatu tentang
dinamika agama, mekanisme, dan proses tentang bagaimana beragama.[24]
Penjelasan ini sejalan dengan pendapat Fujiwara yang
menyatakan bahwa literasi agama seharusnya bukan semata-mata akumulasi
pengetahuan tentang tradisi agama, tetapi lebih pada sebuah kemampuan untuk
menggunakan pengetahuan tersebut untuk mereaksi secara aktif dan tepat atas
persoalan agama yang sebenarnya.[25]
Sebagaimana yang
diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa literasi keagamaan adalah segala
kemampuan aktivitas yang dilakukan oleh individu baik itu menulis, membaca atau
pembelajaran lain yang berbasis keagamaan.
Konsep keagamaan pada penelitian
ini mengacu pada pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu
yang berhubungan dengan agama. Dengan demikian konsep literasi keagamaan yang
diajukan dalam penelitian ini dibatasi dengan kemampuan membaca, menulis dan
memahami ajaran agama Islam dan melihat bagaimana mereka mempraktekkan apa yang
mereka baca, tulis dan pahami serta menekankan bagaimana penganut agama dapat
menjadikan agama sebagai pedoman hidup dan mampu menjawab berbagai problem,
bukan malah melahirkan problem sosial dan kemanusiaan dengan mengatasnamakan
agama.
b. Arti
Penting Literasi Keagamaan
Maraknya kebencian dan Hoax di
tengah-tegah masyarakat saat ini telah menjadi suatu budaya yang tak bisa di
pilah lagi karena berita serta media yang begitu cepat mempublish, membuat
masyarakat tak mampu membedakan fakta yang sebenarnya dilapangan. Inilah yang
kemudian menjadi suatu problem yang berkepangjangan.
Banyaknya berita hoax yang begitu cepat trandding karena
dangkalnya pemahaman serta kurangnya sosialisasi terhadap pemahaman
berita-berita valid dan masyarakat Indonesi juga selalu membonceng sentimen
agama. Belum lagi ujaran kebencian yang juga sering disebar lewat grup-grup
percakapan. Sehingga kohesi sosial dalam kehidupan bernegara bisa terancam.
Bukan hanya di Indonesia, tapi komunitas di mana pun yang anggota masyarakatnya
beragam juga akan bermasalah.
Sebagaimana yang diuraikan di atas tentu literasi keagaaman sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebab dalam kehidupan tidak akan pernah
terlepas dari berita-berita Hoax. Menerima segala sesuatu sebagaimana
adanya tanpa pernah mempertanyakan atau mengkritisinya tak lain ubahnya adalah
seperti iman buta. Alih-alih membawa ketentraman, ia bisa memicu serta membawa
petaka dalam kehidupan masyarakat yang beraneka keyakinan. Tidak hanya
antar-agama, melainkan pemahaman terhadap satu sama lain intra-religi juga
menjadi kebutuhan untuk mewujudkan perdamaian.
3
Kajian
Keislaman
a.
Pengertian
Kajian Keislaman
Kajian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
mengkaji. Kajian adalah hasil dari mengkaji sesuatu.
Kajian berasal dari kata Kaji yang berarti penyelidikan tentang sesuatu.
Apabila seseorang mengkaji sesuati berarti seseorang tersebut belajar,
mempelajari, memeriksa, menyelidiki akan suatu hal yang akan menghasilkan suatu
Kajian. Proses yang dilakukan saat mengkaji sesuatu adalah disebut sebagai
Pengkajian.[26]
Keislaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai segala sesuatu yang bertalian dengan agama islam. Lebih jauh lagi jika
lebih di spesifikasikan lagi bahwa keislaman berasal dari kata Islam yang
artinya agama yang di ajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan ke dunia
melalui wahyu Allah SWT.
Kajian keislaman juga di sebut sebagai kegiatan
keagamaan Jadi kegiatan keagamaan merupakan segala
bentuk kegiatan yang terencana dan terkendaali berhubungan dengan usaha untuk
menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam tahap pelaksanaannya daapat dilakukan
oleh orang perorangan atau kelompok.[27]
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer kata kegiatan mempunyai arti aktifitas,
pekerjaan.[28]
Sedangkan pengertian keagamaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hal
yang berhubungan dengan agama.[29]
Sebagaimana yang diuraikan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kajian keislaman adalah penyelidian, pembahasan serta cara,
proses melakukan pembelajaran tentang hal-hal yang di ajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW, baik itu dilakukan dengan diskusi dengan narasumber ( Paham
tentang keislaman) maupun dengan proses membaca yang tidak terlepas dari
bimbingan oleh guru.
b. Obyek Kajian Keislaman
Obyek kajian keislaman adalah variabel
atau apa yang menjadi titik perhatian suatu yang berhubuungan dengan keislaman
mulai dari tauhid, ibadah, muamalah, pembentukan akhlak, puasa dan lain
sebagainya.
Sebagaimana dalam
penelitian ini peneliti lebih mendahulukan obyek kajian keislaman pada aspek
ibadah dalam hal ini adalah pelaksanaan sholat lima waktu,
4.
Faktor
Penghambat Dalam Menanamkan Literasi Keagamaan Melalui Kajian Keislaman
1
Dalam penelitian
menunjukkan bahwa terdapat berbagai macam kendala-kendala yang dihadapi dalam penanaman
penanaman literasi keagamaan melalui kajian kesilaman. Kendala-kendala ini
muncul di lingkungan pergaulan antar teman sebaya yang dianggap berbeda dari
yang lain. Terdapat bullying terhadap teman yang mengalami perubahan
dalam bersikap sehari-hari sesama teman sekelas. Tindakan bullying
tampak dari perkatan-perkataan bernada meremehkan yang diberikan kepada
kalangan yang memutuskan berhijrah oleh lingkungan teman sebayanya.
2
Materi-materi yang di
berikan dalam setiap kajian belum terstruktur, sehingga kajian yang dilakukan
tidak tuntas.
3
Terdapat juga anggapan
yang memutuskan untuk berhijrah merupakan akibat dari putus cinta (asmara).
Sehingga mereka ingin mencari ketenangan (tidak galau) dengan mengikuti
kajian-kajian yang diadakan Masjid-masjid setempat dan melihat konten-konten
bernuansa keagamaan melalui media sosial seperti Instagram, Whatsapp dan
Youtube. Konten-konten yang bertemakan asmara menjadi primadona bagi kalangan
remaja
4
Banyak anggota Komunitas Sang Musafir
dalam mengikuti kegiatan kajian keislaman selalau datang di luat waktu
yang telah di tetapkan, sehingga penerimaan materi tidak terlalu banyak akibat
keterlambatan yang dilakukan.
5.
Faktor
Pendukung Dalam Menanamkan Literasi Keagamaan Melalui Kajian Keislaman
1. Dalam pembelajaran penanaman dengan kajian
keislaman ada 10 orang yang aktif dan bersemangat serta mengajak teman teman
yang lain untuk mengikuti kajian kesilaman.
2. Motivasi yang di berikan oleh Pembina serta
senior- senior kepada Angkatan dibawahnya, sebab tanpa adanya motivasi para
mahasiswa yang ada di Komunitas Sang Musafir akan mudah jenuh dalam megikuti
kajian keislaman. Oleh karena itu, narasumber yang di undang dalam mengisi
kajian keislaman wajib setiap pertemuannya untuk terus memberikan motivasi
sehingga tidak akan kehilangan semangatnya dalam mengikuti kegiatan kajian
keislaman
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
jenis deskriptif.
Menurut pendapat Mantra dalam buku Moleong
yang dikutip oleh Sandu
Siyoto dipaparkan bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif
berupa kata-kata
atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.[30]
Definisi yang di sampaikan di atas menandakan beberapa
kata kunci dalam riset kualitatif yaitu : proses, pemahaman, kompleksitas, interaksi,
serta manusia. Proses dalam melaksanakan penelitian merupakan penekanan dalam
riset kualitatif, oleh sebab itu dalam melakukan proses penelitian, penelitian
lebih berfokus pada proses dari pada hasil akhir.
Isi dari penelitian kualitatif
data yang di kumpulkan berupa kata-kata bukan angka. Penelitian ini menggambarkan
data serta menguraikan data yang di peroleh dari hasil wawancara,catatan, dan dokumentasi
yang kemudian di diskripsikan[31],
untuk memberikan informasi yang jelas tentang pembahasan “upaya pembina dalam
menanamkan literasi keagamaan melalui kajian keislaman studi kasus komunitas
sang musafir mahasiswa universitas muhammadiyah ponorogo”
B.
Lokasi
Penelitian
Peneliti megambil tempat
untuk penelitian di komunitas Sang Musafir yang berlokasi di Kecamatan Babadan,
Kabupaten. Ponorogo. Tepatnya Jln. Cindewilis no. 20 Kertosari.
Adapun peneliti memilih
tempat penelitian ini adalah berdasarkan permasalahan yang timbul di lembaga tersebut
berbeda dengan yang seharusnya terjadi. Menurut peneliti permaslahan yang ada
di lembaga ini menarik untuk diteliti karena hal yang terjadi tidak sebagaimana
mestinya.
C.
Sumber Data
Penelitian terdapat dua sumber data yaitu:
1.
Sumber Data Primer
Data primer merupakan
sumber data yang langsung memberikan data dari pihak pertama kepada pengumpul
data yang biasanya melalui wawancara.[32]
Sumber data primer di
peroleh langsung dari sumber yang asli tanpa melalui perantara siapapun, Sumber data yang utama dari penelitian kualitatif
ini adalah ucapan dan
tindakan dari subjek
atau narasumber
yang diyakini reliabel dalam memberikan informasi. Sesuai
dengan pendapat lofland yang dikutip oleh “Moleong” bahwa sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.[33] Dalam
penelitian ini sumber data yang digunakan oleh penulis adalah sumber data
primer dan sekunder. Dimana sumber data primer adalah data yang diperoleh
secara langsung yang dikumpulkan melalui survey di Komunitas Sang Musafir
melalui wawancara kepada informan yaitu Pembina, Dewan Penasehat serta Kabid
dari devisi keagamaan mengenai kebutuhan judul peneliti.
2. Sumber
Data Sekunder
Sumber data sukender
mengunakan bahan yang bukan dari sumber utamahsebagai sarana untuk memperoleh
data atau informasi untuk menjawab masalah penelitian. Penelitian ini juga di
kenal dengan penelitian yang mengunakan studi kepustakaan dan biasanya di gunakan
oleh para peneliti yang menganut pendekatan kualitatif.
Sumber data sekunder
sebagai mempermudah peneliti dalam mengumpilkan dan menganalis hasil penelitian
untuk memperkuat validitas data.
D.
Instrumen Pengumpulan
Data
1
Wawancarar(interview)
Penelitian ini menggunakan
teknik wawancara, keberhasilan dalam mendapatkan data atau informasi dari obyek
yang diteliti sangat bergantung pada kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara.
Pewawancara adalah orang
menggali informasi dari obyek dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang di
rasa penting dalam menunjang data penguat, orang yang kita wawancarai harus
paham akan data, informasi yang diperlukan. Informasi wawancara ini dari pihak komunitas
Sang Musafir yaitu Pembina sekaligus sebagai pencetus komunitas tentang upaya
pembina dalam menanamkan literasi keagamaan melalui kajian keislaman studi
kasus komunitas sang musafir mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
2
Obsevasi
Kegiatan observasi
meliputi melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, prilaku,
obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang di perlukan dalam mendukung penelitian
yang sedang di lakukan. Untuk mendapatkan data yang akurat.
Observasi adalah
kegiatan
pengamatan yang dilakukan terhadap suatu hal baik berupa objek, subjek maupun kejadian
secara sistematis. Hasyim Hasanah mengutip pendapat dari Adler
& Adler sebagai salah satu pakar metodologi yang
memiliki perhatian besar pada kegiatan observasional yang
menyatakan bahwa, observasi merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh kemampuan pancaindra seperti
penglihatan, pendengaran, perasa,
sentuhan yang
dilakukan secara aktif dan sistematis berdasarkan fakta atau kejadian yang nyata dan empiris.[34] Penelitian kualitatif ini
menggunakan jenis teknik observasi partisipatif
dimana
peneliti
berpartisipasi secara
aktif dalam
proses
penelitian mulai dari
terlibat secara
langsung, melihat,
mendengar
dan
mencatat hal
yang diamati.
3
Dokumentasi
Dokumentasi adalah
rangkaian proses penyimpanan bukti-bukti sedapat mungkin merekam kejadian atau
peristiwa. Dalam hal doku- mentasi pementasan, jelaslah bahwa dokumentasi
mencakup penyimpanan foto-foto, vcd, dvd dan lain sebagainya.[35]
Dokumenkyang di teliti yangyberhubungan denganrkelembagaan.
E.
Analisis Data
Proses analisis data
kualitatif menyatu dengan aktivitas pengumpulan data yang meliputi reduksi
data, penyajian data, dan penyimpulan hasil penelitian.[36]
Ada tiga unsur utamakdalam proses analisisgdata pada penelitian kualitatif,
yaitu: reduksiddata. Sajiankdata (data display), dan penarikan
kesimpulanlatau verifikasi.
Model analisis data pada
ini mengikuti konsep yang diberikan sugiyono yaitu:
1
Reduksi data
Data yang diperoleh melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi perlu dicatat secara rincigdan teliti. Yang
lebih memfokuskan pada hal-hal yang lebih penting data di analisis untuk
memperoleh gambaran tentang upaya pembina dalam menanamkan literasi keagamaan
melalui kajian keislaman studi kasus komunitas sang musafir mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Ponorogo
2
Penyajian data
Penyajian data dalam
penelitian kualitatif bisa di lakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan sejenisnya.
3.
Pengambilan kesimpulan
Kesimpulan
akhir pada penelitian kualitatif tidak akan ditarik kecuali setelah pengumpulan
data selesai. Kesimpulan yang dibuat harus diverifikasi, di tinjau kembali pada
cacatan lapangan yang telah di cari sebelumnya. Selanjutnya nencari data yang
mengarah pada tujuan.
Analisis
data dalam penelitian kualitatif ini
dapat di gambarkan dalam alur sebagai berikut :
F.
Teknik Pengesahan Data/Validasi
Data
Uji
keabsahan data dalam penelitian, sering hanya di tekankan uji validitas dan reliabilitas.
Dalam penelitian kuantitaf, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila
tidak terdapat perbedaan antara yang di laporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi di lapangan terhadap objek yang di teliti.22
Triangulasi
data digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan, kredibilitas/validitas)
dan konsistensi (reliabilitas) data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu
analisis data di lapangan. Kegiatan triangulasi dengan sendirinya mencakup
proses pengujian hipotesis yang dibangun selama pengumpulan data.23 untuk melakukan pemeriksaan keabsahan data yang di
perlukan untuk teknik yang tepat. Berikut teknik pemerikasaan data 24
Keikutseraan peneliti sangat menentukan dalam
mengumpulkan data. Keikutsertaan peneliti tidak hanya dilakukan pada waktu yang
singkat tetapi memerlukan perpanjagan keikutsertaan peneliti.
2.
Ketekunan
pengamat
Ketekunan
pengamat berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara
dalam kaitannya dengan proses analisis yang konstan dan tentatif mencari apa
yang diperhitungkan dana apa yang tidak diperhitungkan.
Dalam
ketentuan dan ketekunan pengamatan ini, hal yang di lakukan ketika dilapangan
yaitu:
a)
Melakukan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor yang
menonjol.
b)
Menelaah
pengamatan secara rinci sampai pada satu titik sehingga pemeriksaan awal tampak
salah satu atau seluruh faktor yang di telaah sudah di fahami secara biasa.
c)
Menguraikan
secara rinci bagaimana proses penemuan secara tentatif dan penelaah secara rinci
tersebut dapat dilakukan.25
3.
Trigulasi
Trigulasi
dalam pengujian kredibilitas di artikan sebagai pengecekapan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara dan waktu dengan demikian terdapat tiga macam
trigulasi yaitu:
a)
Trigulasi
Sumber
Trigulasi
sumber untuk menguji kredibilitas di lakukan dengan cara mengecek data yang
telah ada melalui baberapa sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
kepercayaan suatu informasi yang telah di perolel melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat di lihat dengan jalan 1)
membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara 2) membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan umum dengan apa yang di katakana secara pribadi 3)
membandingan tentang orang yang mengatakan situasi penelitian dengan apa yang
di katakanya sepanjang waktu 4) membandingkan keadaan dan persepektif seseorang
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang-orang seperti rakyat biasa, orang
yang berpendidikan menegah dan tinggi, orang pemerintahan.
b)
Trigulasi
Teknik
Trigulasi
teknik untuk menguji data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda misal data di peroleh dari wawancara,
kemudian di cek dengan observasi dan dokumentasi. Bila dengan dua teknik
kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti
melakukan diskusi lebih lanjut pada sumber data yang bersangkutan untuk
memastikan data mana yang di anggap benar.
c)
Mengunakan
Bahan Referensi
Bahan
referensi disini adalah pendukung untuk membuktikan data yang di temukan
peneliti seperti adanya foto-foto atau dokumentasi autentik sehingga dapat
dipercaya.26
DAFTAR
PUSTAKA
Anisa, A. R., Ipungkarti, A. A., & Saffanah,
K. N.” Pengaruh Kurangnya Literasi serta Kemampuan dalam Berpikir Kritis yang
Masih Rendah dalam Pendidikan di Indonesia”. In Current Research in
Education: Conference Series Journal (Vol. 1, No. 1).
Athaya, A. Z. (2020). “Penggunaan Literasi Digital
dalam Pembelajaran Agama Islam Pada Asrama Mahasiswa Panrannuangku Takalar”
Yogyakarta. In Prosiding Seminar Nasional Program Pengabdian Masyarakat.
Bachrong, F. (2021). “Penguatan Literasi Agama Dan
Budaya Pada Masyarakat Bugis Bone: Pengenalan Naskah Mappettu Ada”. ISoLEC
Proceedings, 5(1), 267-272.
Habibah, M. (2019). “Pengembangan Budaya Literasi
Agama di SMA Negeri 2 Kediri”. Indonesian Journal of Islamic Education
Studies (IJIES), 2(2), 203-215.
Hasan, N. (2018). Literatur Keislaman
Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi, dan Kontestasi. Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga Press.
Heri, T. (2019). “Pembinaan Kesadaran Beragama
Sebagai Upaya Peningkatan Pemahaman Agama Islam Di Lapas Kelas IIB Anak Wanita
Tangerang”. Jurnal Pendidikan Islam, 10(2), 142-155.
Hermawanto, A., Ashrori, M., & Wekke, I. S.
(2019). Tradisi Keislaman di Perguruan Tinggi.
Indrawari, K., Hadi, A., & Apriadi, M. (2020).
“Peran Ustadz Dalam Meningkatkan Pemahaman Agama Islam Terhadap Mu’allaf Di
Markaz Dakwah”. FOKUS Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, 5(1),
85-94.
Irianto, P. O., & Febrianti, L. Y. (2017,
June). “Pentingnya penguasaan literasi bagi generasi muda dalam menghadapi MEA”.
In Proceedings Education and Language International Conference (Vol.
1, No. 1).
Iswanto, A. (2018). “Membaca Kecenderungan
Pemikiran Islam Generasi Milenial Indonesia”. Harmoni, 17(1),
172-179.
Jalaludin, J. (2020). “Peran Gaya Kepemimpinan
Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Motivasi Literasi Santri”. An-Nidhom:
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 5(1), 20-45.
Kurniawati, E. (2021). “Media Baru Sebagai Media
Literasi Agama Bagi Mahasiswa Tuli di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta”. Al-MUNZIR, 14(1),
71-92.
Majid, Z. A. (2019). “Refleksi Al-Qur'an Dalam
Literasi Global (Studi Tafsir Maudhu’i Dalam Kajian Literasi)”. Almarhalah|
Jurnal Pendidikan Islam, 3(2), 81-90.
Moko, C. W. (2017). “Pluralisme Agama Menurut
Nurcholish Madjid (1939-2005) dalam Konteks Keindonesiaan”. Jurnal
Intelektualita, 6(1).
Mulyani, S. (2019). Peran Pembina Asrama
dalam Menanamkan Nilai-Nilai Religius Melalui Kegiatan Keagamaan pada Santri
Putri Pondok Pesantren Nurul Islam Tengaran Tahun 2019 (Doctoral dissertation,
IAIN SALATIGA).
OECD. (2019). PISA 2018 results (Volume I, II,
& III): Combined executive summary.
Piscayanti, K. S. (2014). “Studi Dokumentasi dalam
Proses Produksi Pementasan Drama Bahasa Inggris”. Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran, 47(2-3).
Putro, Z. A. E. (2020). “Pengayaan Literasi
Keagamaan Melalui Akses Buku Keagamaan Penyuluh Agama Di Sulawesi Utara”. Jurnal
Lektur Keagamaan, 18(1), 250-273.
Rijali, A. (2019). “Analisis data kualitatif”. Alhadharah:
Jurnal Ilmu Dakwah, 17(33), 81-95.
Rustandi, R., & Hanifah, H. (2019). “Dinamika
Dakwah Komunitas Remaja Islam di Kecamatan Pangalengan”. Anida
(Aktualisasi Nuansa Ilmu Dakwah), 19(2), 199-224.
Sari, E. D. K., Nur, M., Rosadi, M., & Bahri,
S. (2020). “Literasi Keagamaan Mahasiswa Di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
Negeri Uin Syarif Hidayatullah Jakarta”. Emanasi: Jurnal Ilmu Keislaman
dan Sosial, 3(1), 21-52.
Setiadi, I. K., & Supriadi, Y. N. (2021). “Penguatan
Literasi Melalui Taman Baca Berbasis Keagamaan Pesantren Dan Teknologi”. Batara
Wisnu: Indonesian Journal of Community Services, 1(2), 195-203.
Sholeh, S. (2018). “Mengulas Literatur Keislaman
Generasi Milenial. Jurnal Sosiologi Reflektif”, 12(2),
413-418.
Sidiq, M. (2021). Upaya Guru Dalam Meningkatkan
Karakter Santun Siswa Melalui Kegiatan Keagamaan di SMP Negeri 2 Ponorogo (Doctoral
dissertation, IAIN Ponorogo).
Sofanudin, A. (2020). Literasi Keagamaan
dan Karakter Peserta Didik. DIVA PRESS.
Solihah, Y. (2020). Efektivitas Penggunaan E-Book
Dalam Meningkatkan Literasi Keagamaan Siswa Kelas III MI As-Salamah Pamulang II
Tangerang Selatan.
Supriyati, N. (2015). “Metode Penelitian Gabungan
(Mixed Methods)”. Widyaiswara BDK, 1-24.
Syahrin, A. A., & Mustika, B. (2020). Makna
Hijrah bagi Kalangan Remaja Non Santri: Dampak Penggunaan Media Sosial. Jurnal
Studi Agama dan Masyarakat, 16(1), 61-72.
Triawan, A. (2020). Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Gerakan Literasi Taman Baca Masyarakat (Tbm) Multi Ilmu
Pekon Padang Tambak Kecamatan Way Tenong Lampung Barat (Doctoral
dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Umami, N. (2021). “Efektivitas Bimbingan Kelompok
Dengan Teknik Modeling Dan Teknik Group Exercises Untuk Meningkatkan Kompetensi
Literasi Keagamaan”. Jurnal Fokus Konseling, 7(1), 34-39.
Wahidin, U. (2018). “Implementasi Literasi Media
dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti”. Edukasi
Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 7(02), 229-244.
Wahidin,
U. (2017). “Literasi Keberagamaan Anak Keluarga Marjinal Binaan Komunitas di
Kota Bogor”. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 6(02),
14.
Yenuri, A. A. (2020). “Penguatan Literasi
Keagamaan Islam Moderat Bagi Peserta Didik. Jalie”; Journal of Applied
Linguistics and Islamic Education, 4(01), 140-153.
[1] UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Generasi
Milenial, Menkominfo, 2019,
https://www.kominfo.go.id/content/detail/8566/mengenal-generasi-millennial/0/sorotan_media.
[2]
Auliya Burhanuddin. (2019,
June 4). Peran Literasi Islam Dalam Perkembangan Peradaban Manusia.
Siedoo.Com.
[3] “Masyarakat
Indonesia Malas Baca Tapi Cerewet Di Medsos,” accessed February 20, 2020, https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/
teknologi- masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media.
[4] OECD, PISA 2018 Results (Volume
I): What Students Know and Can Do, PISA (OECD, 2019),
https://doi.org/10.1787/5f07c754-en.
[5] OECD, PISA 2015 Results (Volume
I): Excellence and Equity in Education, PISA (OECD, 2016),
https://doi.org/10.1787/9789264266490-en.
[6] “Literasi Indonesia Ranking
Terbawah Kedua Di Dunia,” accessed February 20, 2020,
https://www.wartaekonomi.co.id/read224647/literasi-indonesia-ranking-
terbawah-kedua-di-dunia.
[7]
https://www.kompas.tv/article/251681/fakta-baru-pria-tendang-sesajen-di-gunung-semeru-ternyata-hf-sendiri-yang-unggah-videonya-ke-medsos#:~:text=SURABAYA%2C%20KOMPAS.TV%20%2D%20Polda,sebagai%20tersangka%20kasus%20penistaan%20agama.
[8] Baca artikel detiknews, "Hina Al-Qur'an Lewat TikTok,
Pria di Pekanbaru Ditangkap Polisi" selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-5567409/hina-al-quran-lewat-tiktok-pria-di-pekanbaru-ditangkap-polisi.
[9] Noorhaidi Hasan and Dkk, Literasi
Keislaman Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi, Dan Kontestasi
(Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Press, 2018).
[10] Penguatan
Literasi et al., “Pengenalan Naskah Mappettu Ada” (2021): 267–271.
[11] Tatta
Herawati Daulae, “Pembinaan Karakter Kajian Suroh Al-Furqon Pembinaan Karakter
Kajian, Tatta Herawati Daulae Darul ‘ Ilmi Vol . 08 No . 01 Juni 2020 Pembinaan
Karakter Kajian, Tatta Herawati Daulae” 08, no. 01 (2020): 1–16.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Tarmin
Abdulghani and Muhammad Maulana Hamzah Gozali, “Sistem Konsultasi Dan Bimbingan
Online Berbasis Web Menggunakan Webrtc (Studi Kasus : Fakultas Teknik
Universitas Suryakancana),” Media Jurnal
Informatika 11, no. 2 (2020): 42.
[17] Ibid.
[18]
Lucky Nindi Riandika Marfu’i, “Upaya Pendukung Pembelajaran Literasi
Dengan Mengasah Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Teknik Bibliolearning Pada
Siswa.” Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha 3, no. 2 (2016): 1–18.
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JMSG/article/view/476Global.
[19] Cambridge Assessment, "What
Is Literacy? An Investigation into Definitions of English as a Subject and the
Relationship between English, Literacy and 'Being Literate.'" Cambridge
Assessment, January: 24. http://www.cambridgeassessment.org.uk/images/130433-what-is-literacy-aninves-tigation-into-definitions-of-english-as-a-subject-and-the-relationshipbetween-english-literacy-and-being-literate-.pdf.
Diakses pada 14 Nopember 2016.
[20] Unang Wahidin. Yahya Muharikul
Islam. Putri Fadillah. (2017). Literasi Keberagamaan Anak Keluarga Marjinal
Binaan Komunitas di Kota Bogor. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam.
6 (12). hlm. 128.
[21] Pangesti Wiedarti, dkk. (2016). Desain
Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. h.8.
[22]
dkk
Aji Sofanudin, Literasi Keagamaan Dan
Karakter Peserta Didik, 2020.
[23] Prothero, Religious Literacy: What
Every American Needs to Know--And Doesn’t, 11–14
[24] Eugene V. Gallagher, ―Teaching for
Religious Literacy,‖ Teaching Theology & Religion 12, no. 3 (July 2009):
208–21, https://doi.org/10.1111/j.1467-9647.2009.00523.x.
[25] Satoko Fujiwara, ―On Qualifying
Religious Literacy: Recent Debates on Higher Education and Religious Studies in
Japan,‖ Teaching Theology & Religion 13, no. 3 (2010): 223–36,
https://doi.org/10.1111/j.1467-9647.2010.00615.x.
[26] Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta, Gitamedia Press, hlm. 382.
[27] Mochamat
Sidiq, “Upaya Guru Dalam Meningkatkan Karakter Peduli Lingkungan Pada Siswa
Melalui Kegiatan Sabtu Bersih Di SMP Negeri 2 Jetis Ponorogo” (2020),
[28] Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus
Besar Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991), 475.
[29] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 12.
[30]
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta:
Literasi Media Publishing, 2015), 28.
[31]
Hardani, dkk.,Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
(Yogyakarta: CV, Pustaka Ilmu Group, 2020), 273.
[32] Sektor
Usaha et al., “Volume VIII / No . 2 / OKTOBER 2016 ISSN : 2086-0447 Jurnal
Riset Akuntansi – Volume VIII / No . 2 / Oktober 2016 i Program Studi Akuntansi
– Universitas Komputer Indonesia” VIII, no. 2 (2016).
[33]
Lexy J. Moleong, Metode
Penelitian Kualitatif. Hlm. 112.
[34] Hasyim Hasanah. “Teknik-teknik
Observasi”. Jurnal At-Taqqadum, Vo. 8
No.1 (2016), 25-26.
[35]
kadek Sonia Piscayanti, “Studi
Dokumentasi Dalam Proses Produksi Pementasan Drama Bahasa Inggris” (2001):
94–103.
[36] Ibid.
22 Ibid. hal. 269
23
Imam Gunawan, Metode Penelitian
Kualitatif: Teori dan Praktik, hal. 218
24
lexy.J.Moeleong, op, cit. hal. 327
25 Ibid, hal. 329
26
ibid, hal. 369-375
Comments
Post a Comment