![]() |
Oleh : Dude |
Sahabat yang memiliki cahaya akal sehat. Apa yang anda
fikirkan tentang judul diatas? Apakah anda sudah ada bayangan dengan uraian
dari tema diatas? Apakah anda penasaran dengan kalimat di atas? Apakah anda
bertanya-tanya akan diarahkan kemana kalimat diatas? ataukah anda bertanya
tentang hubungan antara sarjana dan iblis?,Dalam kesempatan ini penulis akan
lebih jauh lagi mengajak para pembaca untuk memahami eksistensi sarjana. Tapi
Sebelum diuraikan lebih jauh lagi, penulis selalu mengingatkan agar Cahaya
akalnya selalu di aktifkan biar tidak baper apalagi sensitive,,
“Seluk
beluk status sarjana”
Sarjana
adalah orang yang telah menyelesaikan studi Pendidikan-nya level strata
satu(S1). Atau singkatnya adalah sarjana adalah mantan mahasiswa. Sebelum kearah
sarjana kita mesti kenal dan harus paham lebih dalam tentang mahasiswa itu
sendiri. Mahasiswa adalah orang yang menempuh pendidikannya di perguruan tinggi,
atau singkatnya penulis menyebutnya mahasiswa adalah “kakak dari siswa”.
Sarjana
tidak akan di raih status itu kalau bukan di perguruan tinggi, sarjana tidak
akan di kenal dan di berikan kepada seseorang kalau ia tidak menyelesaikan
salah satu persyaratan untuk memenuhi kriteria sarjana, tapi sadarkah anda
bahwa sarjana tidak akan disebut sarjana kalau ia tidak mulai dengan statusnya
sebagai mahasiswa.
Mahasiswa
itu di mata masyarakat sebagai multitalenta, mahasiswa di mata orang yang tidak
bergelar mahasiswa akan di istimewakan bahkan di anggap orang yang harus di
utamakan/di prioritaskan, mahasiswa selalu dijuluki sebagai super hero artinya ia
akan selalu berada di garda terdepan ketika terjadi kekacauan yang melibatkan
kerugian masyarakat; kesengsaraan masyarakat; masalah kesejahteraan; mahasiswa
akan selalu memantau arah langkah pemerintah jangan sampai mengambil kebijakan
yang tidak tepat. Begitu juga dalam bermoral, mahasiswa akan selalu melakukan
tindakan-tindakan bermoral dan menjaga masyarakat untuk menjauhi tindakan-tindakan
immoral dan amoral. Sebagai contoh, seorang mahasiswa harus senantiasa
mengedepankan sikap jujur dalam kehidupan bermasyarakat. Sikap-sikap kecil
seperti jujur yang dilakukan oleh mahasiswa dapat berdampak positif kepada
masyarakat, karena posisi mahasiswa yang cukup terpandang dapat membuat
masyarakat meniru apa yang dilakukan. Begitu juga sebaliknya jika mahasiswa berbuat
kerusakan yang tidak mencerminkan dengan nilai-nilai kemahasiswaan itu sendiri
maka jelas nilai negatiflah serta kecaman yang di dapatkan oleh masyarakat bahkanTidak
hanya menjadi contoh yang buruk bagi masyarakat, tapi hal itu juga menunjukkan
kehancuran suatu generasi intelektual muda yang direpresentasikan oleh
mahasiswa itu sendiri.
Dalam lingkup sosial pun mahasiswa selalu
menjadi bernilai positif jika nilai itu di tanamkan pada jiwanya. Seorang
mahasiswa tidak boleh menjadi menara gading. Ia harus membaur dan menyatu
dengan masyarakat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang berkembang. Bukan
malah menjadikan kehadirannya sebagai masalah dan merusak tatanan sosial. Hal ini
juga tidak terlepas dari tri darma perguruan tinggi. Salah satu poin dalam Tri
Dharma Perguruan tinggi sendiri adalah pengabdian terhadap masyarakat. Begitu
juga dalam aspek lain misalnya peran akademik dan politik.
Begitu
indahnya dan begitu taatnya mahasiswa yang menanamkan nilai-nilai kebaikan dan
kebermanfaatan baik itu dalam lingkup akademik maupun soisal, sebuah kebanggaan
yang mesti disyukuri tanpa harus di ucapkan tapi perilaku yang mencerminkan
kebaikan adalah bentuk syukur atas gelar itu. anda mungkin akan mengatakan
bahwa saya tidak meminta dan saya tidak ingin di sematkan atau di dewa-dewakan
status mahasiswa. Tapi menurut penulis Sadar
atau tidak sadar,mau atau tidak mau bahwa semua itu adalah tanggung jawab yang perlu
untuk di laksanakan serta harus selalu ada walau atribut mahasiswa telah hilang.
Pernakah
anda sadari bahwa di saat anda begelar mahaiswa sikap yang ditampilkan selalu
berada diatas angin, maksudnya nilai-nilai yang tampilkan tidak terlepas dari status
mahasiswa. Anda selalu meneriakan kata “hidup mahasiwa”. Kajian-kajian tentang kemahasiswaan selalu di adakan. Kalimat-kalimat tentang perubahan selalu
muncul di mulut mahasiswa misalnya “mahasiswa sebagai agent of change atau
agen perubahan, mahasiswa sebagai Sebagai iron stock yaitu mahasiswa
bertanggung jawab untuk menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Mahasiswa harus menjadi role model di
masyarakat dalam berperilaku, berpenampilan, maupun perkataan Agent of
Social Control. Hampir kesemua itu mahasisnya telah mengucapkannyanya
bahkan sudah menjadi tanggung jawab yang melekat pada diri mahasiswa.
“Ada
Apa Dengan Iblis?”
Apa
yang anda pikirkan tentang iblis? Kenapa kata iblis harus dibawah-bawah dalam tulisan ini? Mungkin anda akan berpikir
bahwa iblis adalah makhluk yang jahat, lalu kenapa di singgung dengan mahasiswa?.
Apakah anda tau kenapa iblis itu disebut iblis?, apakah anda tau kenapa iblis
itu menjadi jahat/penghianat ? apakah anda hanya tau dari orang lain atau
mendengar tanpa menelusuri lebih jauh nama dari iblis itu sendiri?
Perlu
di ketahui bahwa iblis dulu bukan seperti yang di pahami orang sekarang, ia
memiliki cerita cukup menarik untuk dijadikan pelajaran dalam kehidupan
sehari-hari?. Penulis hanya sedikit memberikan gambaran-gambaran tentang iblis.
Dahulunya iblis merupakan makhluk yang begitu taat. Bahkan iblis disebut
sebagai salah satu mahluk ahli ibadah atau Al abid. Dalam kitab karangan Al
Ghazali dijelaskan, iblis pernah tinggal di langit ketujuh karena
ketaatannya. Setiap 1.000 tahun, maka iblis akan dinaikkan Allah ke
langit selanjutnya. Tapi, pertanyaannya kenapa iblis bisa terlaknat? Dimana ketaatan
yang pernah ia lakukan? Ada apa dengan dengan iblis? Apakah ia menentang apa
yang di perintahkan Sang Pencipta? Ya.
Singkatnya adalah karena iblis merasa lebih bersinar, merasa lebih tau, merasa lebih hebat, merasa lebih diatas, merasa lebih dulu ada sehingga ciptaan yang baru ada pun di pandang rendah. Ia meninggalkan semuanya hanya karena satu ujian yang di berikan Sang Khalik kepadanya yaitu Tunduk Kepada ciptaannya yang baru yaitu Nabi Adam Alaihi salam. karena sifat yang ditampilkanlah sehingga aba waastakbara wakaana minal kaafiriin.
Ada
apa dengan sarjana?
Mungkin
pembaca pernah mendengar seorang sarjana yang ketika statusnya sebagai
mahasiswa telah hilang dalam dirinya ia membodohi masyarakat, tidak memberikan solusi demi kemaslahatan
masyarakat, ia selalu mementingkan kepentingan pribadi walau itu tidak semua. Kalau
anda marah dengan kalimat itu berarti anda...???
Lihat,baca
dan cermatilah dengan cahaya akal anda tentang seluk beluk status sarjana. Dimanakah
jiwa mahasiswa yang dulu? Apakah hanya karena ia telah berada dalam lingkungan
yang berbeda lantas jiwa itu telah hilang? Apakah jiwa yang kokoh dan tidak
akan tergantung pada eksistensi kita? menurut Penulis tidak seperti itu. Jiwa yang
bagus dan kokoh dilihat dari seberapa subur dan kuatnya ditanamkan hal-hal baik
dalam dirimu sebelum berada di lingkungan lain.
Tidak
perlu di ajari bahwa seorang sarjana
harus bisa menjadi role model dalam lingkungan masyarakat, seorang sarjana
harus bisa menempatkan posisinya di masyarakat, seorang sarjana harus bisa memberikan
contoh yang terbaik dalam bermasyarakat, seorang sarjana sudah harus bebeda
pola pemikirannya serta arah geraknya dengan orang yang belum menempuh Pendidikan
di perguruan tinggi. Bagaimana bisa seorang sarjana yang sudah pernah menempuh Pendidikan
di bangku perkuliahan masih tetap sama dengan orang biasa? Kenapa ia menjadi
rakus, menipu, menindas, tidak mampu menghadirkan solusi-solusi yang baik dari
suatu masalah? Kenapa tidak bisa mencipatakan suatu terobosan baru dalam hal
ini adalah cahaya perubahan yang bisa dinikmati oleh semua orang? Kenapa tingkah
dan laku sudah sama dengan yang tidak menginjak bangku perkuliahan. Padahal sederhananya
adalah orang yang menempuh Pendidikan adalah untuk meperbaiki cara berpikirnya
agar terstruktur.
Seharusnya
seorang sarjana harus bisa menjadi yang terbaik karena ia telah didik diasah
dan mempelajari banyak hal dalam dunia kampus. Tapi, kenapa terjadi hal yang
demikian?, kemana jiwa mahasiswanya itu?
Dalam
suatu percakapan penulis bersama salah seorang “dinektika Muslimah” yaitu
Eneng Setiawan , ia menyampaikan bahwa : yang membuat ia seperti
itu karena ia merasa lebih di atas, lebih pandai, sehingga dengan itu semua apa yang disampaikan perlu di turuti.”.
Penulis
sadar bahwa tidak semua sarjana seperti yang di uraikan diatas, ada banyak tipe
sarjana itu. tapi penulis lebih kearah suatu penyimpangan yang dilakukan.
Sarjana
itu sebuah kehormatan yang patut untuk di syukuri, oleh karenanya bentuk
kehormatan itu harus bisa di aplikasikan dalam kehidupan nyata yang mengarah
pada kebermanfaatan, ia harus bisa menjadi panutan, sebagaimana yang
disampaikan oleh Eneng bahwa “pemikiran sarjana itu harus lebih
luas, yaitu jangan selalu menyimpulkan apa yang dilihat tapi sesuatu yang
tampak pun harus bisa di uraikan dalam bentuk kacamata yang lain. Masalah yang
banyak harus bisa di gali sampai menenukan suatu kebenaran/solusi, harus bisa
menggunakan berbagai metode dan strategi. Serta tidak mengekang, membatasi dan
memberikan kebebasan orang lain untuk berekspresi selama itu tidak merugikan
orang lain”.
Apa
yang di kerjakan dan di lakukan oleh seorang sarjana di lingkup sosial itu akan
menjadi catatan bagi masyarakat kedepannya. Dan tentu tidak bisa di pungkiri nilai
yang di berikan oleh seorang sarjana akan selalu ada dan menjadi pertimbangan kedepannya untuk generasi
selanjutnya yaitu apakah bisa di pertanggung jawabkan statusnya sebagai sarjana
di mata masyarakat serta nilai apa setrta bisakah ia cara memposisikan diri
dalam masyarakat.
Eneng
menyampaikan
bahwa “ sarjana itu suatu kebanggaan karena tidak semua orang bisa mencapai
itu, tapi hal yang mendasar untuk di ketahui adalah apakah nilai yang melekat
pada sarjaan dalam masyarakat, tentu tidak banyak yaitu mengambil sebuah
keputusan.”
“Apa
Hubungan Sarajana Dengan Iblis?”
Memang
sarjana tidak bekerjasama dengan iblis, tapi jiwa yang di tampilkan tidak jauh
beda. Bacalah lebih dalam dari uraian diatas. iblis itu tida akan di laknat
kalau bukan sikap yang di tampilkan. Sifat ketaatannya yang luar biasa, tidak
ada kata penolakan untuk iblis agar ia bisa beribadah kepada Allah, ia adalah
malaikat senior, sifatnya yang dulu ia telah hilangkan hanya karena suasananya
yang bebeda yaitu di ciptakannya makhluk baru bernama Nabi Adam Alaihi Salam, ia lupa dengan nilai
ketaatannya yang di lakukan selama beribu tahun padahal itu bukan untuk Allah
tapi diri dari iblis.. Dan lihat pula sarjana, sebelum gelar itu diambil ia
selalu berkoar-koar untuk kesejahteraan umat, peran serta tangung jawabnya sebagai
mahasiwa selalu ia tanamkan dalam dirinya, tapi ketika mendapatkan ujian sedikit
yaitu lingkungan yang baru ia merubah semuanya sifat ambisius itu telah
melekat, sifat kerakusan, kezoliman, kedurhakaan itu ia telah simpan kedalam
dirinya untuk dijadikan sebagai senjata demi kebutuhan dirinya sendiri. Lantas apa
lagi yang membedakan diantara keduanya??
Kan
tidak semua sarjana memiliki sifat seperti yang telah diuraikan diatas?. yah
benar sekali. Apakah anda tau antara iblis dan jin? . iblis adalah orang yang
tidak taat akan perintah Allah dan dia dari golongan jin. Sendangkan jin adalah
makhluk Allah yang mempunyai kewajiban seperti halnya manusia. sedangkan manusia bisa baik dan buruk jin pun demikian. Dari uraian diatas bisa bisa mendapatkan slogan bahwa sarjana tidak semua buruk tapi jiwa seperti iblis itulah yang akan
menjadi catatan bagi para sarjana.
Semoga
itu menjadi rengungan untuk kita semua khususnya para sarjana yang sudah mengabdi
di masyarakat maupun di lingkup pemerintahan.
SELAMAT
MEMBACA!! Ojo baper.. SALAM CAHAYA AKAL!!
Bermanfaat untuk lara sarjana
ReplyDeleteKeren sekali tulisannya
ReplyDelete